Rabu, 07 Mei 2014

Cerpen

Aku tak boleh lagi memikirkannya, apalagi sampai merindukannya!, aku tau ini kesalahan terbesarku, terlalu mencintai sesorang yang aku pun tak tahu bagaimana untuk tidak dapat mencintainya lagi. Tapi sekarang, aku akan menata hatiku lebih baik lagi. Tidak sampai melupakannya, tapi untuk tidak mengulangi kesalahanku lagi. Anggap saja, semua yang pernah kita lewati hanya sebatas slide show kenangan, yang secara
beraturan lewat dan lewat begitu saja yang hanya dapat kita lihat, tanpa bisa mengulanginya lagi hal seperti itu.
Ya! Aku bisa, aku bisa walau aku tak tau perasaanmu saat ini seperti apa, tapi yang jelas aku dapat menangkap bagaimana keadaan perasaanmu saat ini. Seperti itulah, jenuh mungkin terhadapku, terhadap perasaan kita saat ini. Sudahlah, rasa lelah telah lama menyergapku, tapi dulu tetap kupertahankan. Namun sekarang, aku rasa aku harus mengistirahatkan perasaanku ini. Aku sudah benar-benar lelah. Sungguh, karena aku tak mungkin memaksakan perasaanmu, perasaan kita.
Kututup catatan terakhir yang telah aku buat. Rasa sesak telah meyergapku.
“kamu benar-benar ingin ‘melepasnya’ dinda?” Tanya Tria teman dekatku
“ya Tri, sungguh, aku sudah siap dengan segala kemungkinan yang terjadi nanti..”.
Tria menepuk bahuku, memberi semangat. Seketika mataku mulai menghangat, kusentuh mataku, basah. basah. ya! aku menangis, menangisi sesuatu yang seharusnya tidak perlu kutangisi. Sungguh ini adalah suatu proses, proses yang menentukan masa depanku.
5 tahun kemudian…
Di salah satu stasiun televisi ternama, aku bekerja. dengan segala aktivitas yang menyibukanku, membuat aku lupa akan kejadian ‘melepas’ seseorang yang amat kusayangi.
Dan tiba-tiba,..
Kring… kring..
“halo..” ucapku, “ya.. mbak Dinda, ditunggu oleh sesorang di lobi kantor” jawab Ratna salah seorang resepsionis. “siapa ratna? Darimana?” tanyaku aneh.
“saya tidak tahu mbak, tapi yang jelas dia teman mbak Dinda” jawab Ratna menjelaskan.
“oh ya sudah, nanti saya kesana, terimakasih ya..” ucapku.
“ya sama-sama mbak”.
Dengan santai aku keluar dari ruang kerjaku, membicarakan seputar berita yang akan diliput esok hari. Ketika telah sampai di lobi kantor, aku menemui Ratna, dan menanyakan tamu yang ingin bertemu denganku. Ratna menunjuk kepada seorang laki-laki, laki-laki yang berdiri di depan kantor, membelakangiku. Lalu kuhampiri ia, dan kuberanikan diri untuk menegurnya, tapi.. tunggu dulu sepertinya aku pernah mengenalinya.
“maaf, apa anda yang mencari saya, Dinda Farhania?” tanyaku hati-hati
Seketika ia berbalik, tersenyum dan.. oh tuhan.. ciri khasnya itu! Itu yang tak pernah ku lupa, sampai saat ini, tatapan matanya, ya! Tatap mata yang penuh kasih sayang. Ia, ia adalah seseorang yang dulu aku ‘lepaskan’, lebih tepatnya melepaskan perasaan secara sepihak, perasaanku sendiri.
Dia adalah Arga Fariza..
“ya, saya, saya mencari mbak Dinda, Dinda Farhania. Seorang jurnalis ternama yang sangat saya rindukan selama ini, yang saya cari selama ini, apakah anda orangnya?” tanyanya tersenyum manis.
Sambil tersenyum yang tak dapat kuartikan apa di balik senyuman itu semua. Aku menangis, ah aku benci!, mengapa disaat saat seperti ini kenapa aku mudah sekali menitikkan air mata.
“hey.. jangan menangis..” tegurnya
“sudah Dinda, jangan menangis, kenapa kamu menangis?” tanyanya lagi. Dan akhirnya aku pun tertawa, tertawa sambil menangis lebih tepatnya. Menangis haru, dia mencariku selama ini, selama 5 tahun ini, yang hanya karena keegoisanku.
Apa kau tahu? Mendengar tawamu lagi setelah lima tahun tidak mendengarnya, membuatku kembali ingat apa rasanya bahagia.
“apa kabar Arga?” tanyaku hati-hati.
“aku? Aku ya, seperti yang kau lihat sekarang ini, baik, selalu baik, dan saat ini ketika aku bertemu denganmu, kurasa aku jauh lebih baik” jawabnya sungguh sungguh.
Ah, Arga selalu begitu, selalu membuat hatiku menjadi tenang, bukan hanya sekedar kata-katanya. Tapi apa ya? Entahlah, seakan-akan ada hal yang membuatku sangat mempercayainya.
Dia mengajakku pergi ke kantin di belakang gedung. Aku mengangguk menyetujui. Sepanjang perjalanan, aku hanya diam. Tak ada satu pun kata terucapkan. Begitupun Arga, hanya sesekali melirikku atau tersenyum. Manis sekali.
Hatiku selalu sakit tiap kali mendengar kabarmu, tidak tahu apa-apa tentangmu adalah hal yang paling tidak ingin kulalui lagi. Sudah sejauh ini aku mengejarmu dan tak akan pernah melepasmu lagi.
Setibanya di kantin, aku lebih memilih bangku di sudut, dekat dengan penjual mie ayam.
“mau pesan apa Din?” Tanya Arga,
“aku mau jus alpukat aja.”
Arga memesan jus alpukat untukku, dan ia memesan kopi panas.
Sambil menunggu pesanan datang, Arga duduk di hadapanku,
“Arga, kamu lagi sibuk apa sekarang?” tanyaku, oh Tuhan.. tatapan mata penuh kasih sayang itu, masih terpancar amat jelas.
“aku lagi sibuk buka usaha kecil-kecilan Din, tapi Alhamdulillah sih, udah lebih dari cukup.” jawabnya.
“syukur kalau begitu..” ucapku tersenyum.
Lalu pesanan pun datang, langsung ku minum jus alpukat kesukaanku.
“gimana sama kerjaan kamu, Din?” Tanya Arga
“ya begitulah Ga, asyik, walau aku cape atau apa, tapi aku bener-bener nikmatin itu semua Ga..”
“syukurlah Din, memang itu kan dari dulu yang kamu mau”
“iya Ga, Alhamdulillah..”
“tapi Din, kehidupanku masih belum sempurna..”
“maksudnya? Belum sempurna gimana Ga?”
“iya, ada bagian di dalam hidup aku, yang belum terlengkapi”
Aku diam, tak mengerti.
“apakah kamu mau melengkapi ketidaksempurnaanku ini, din?”
“aku gak ngerti ga, kamu dateng ke kehidupanku lagi sekarang ini, sekarang, kita ngobrol-ngobrol begini, setelah 5 tahun ini, juga aku gak ngerti ga, dan sekarang, aku suruh ngelengkapin hidup kamu yang belum sempurna, aku lebih gak ngerti ga…”
Arga diam, menatapku dalam-dalam, dan ia menghela nafas..
“ada alasan kenapa aku nyari kamu selama ini, dinda”
Aku diam, menunduk, rasanya tak ingin mendengar kelanjutan arah pembicaraan ini kemana.
“ada hal yang ngeyakinin aku buat nyari kamu selama ini Dinda, aku pasrah pas kamu hilang dari kehidupanku dulu, tapi aku tetap nggak bisa, ngeganti kamu dengan orang lain, aku udah coba Din, tapi nggak tau kenapa, Cuma kamu dinda, kamu yang jelas, kamu yang selalu hadir selama ini, kamu.. kamu alasan aku selama ini dinda..”
Aku terus menunduk. Iya, Arga benar, sangat benar. tapi, tak ada keinginanku untuk mencari orang lain selain Arga, walaupun kejadian itu telah berlalu, 5 tahun yang lalu. Karena aku pun merasa Arga akan kembali, kembali kepadaku.
“Dinda…”
Aku mengangkat muka
“ya…” Jawabku
“kamu mau menjadi pendamping di masa depanku, masa depan kita?” Tanya Arga lagi, menegaskan.
Aku diam, dan mengangguk perlahan, aku tak bisa membohongi perasaanku lebih lama lagi, dan aku siap, aku siap akan semua keadaan yang akan terjadi, nanti, karena Aku tidak mau masa depan yang tidak ada kamu
Cerpen Karangan: Ulfah Rahmadiyanti

Tidak ada komentar:

Posting Komentar